PEMBAHASAN
A.
Hakikat Pembelajaran Apresiasi Sastra
Mulyasa (2003:
100) menyatakan pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara
pembelajar dan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan kelas. Dengan kata lain adalah memilih model atau
strategi pembelajaran untuk menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi
siswa.Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgment), arti
penting atau suatu objek. Tujuannya agar siswa memperoleh dan mengembangkan
kecakapan ke ranah rasa (affective skill) yang dalam hal ini kemampuan menghargai
secara tepat terhadap nilai objek tertentu.
Apresiasi dari
bahasa Inggris appreciation artinya ‘penghargaan’
Apresiasi mengacu pada pengertian, pemahaman, dan pengenalan yang tepat, atau
pertimbangan dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti,
2000:3). Apresiasi adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan
sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (Effendi, 1973). Apresiasi
sastra: upaya memahami karya sastra untuk dapat mengerti sebuah karya sastra
yang kita baca, baik prosa maupun puisi, mengerti maknanya, baik yang
intensional maupun yang aktual, dengan cara mengerti seluk beluknya. Tahapan atau langkah untuk memahami karya
sastra meliputi interpretasi, analisis, dan evaluasi.
Pembelajaran apresiasi sastra meliputi pembelajaran apresiasi puisi, prosa,
dan drama. Ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi
sastra. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pembelajaran
sastra berfungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa, (2)
Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan daya estetis
melalui bahasa, (3) Pembelajaran apresiasi sastra bukan pelajaran sejarah,
aliran, dan teori sastra, dan (4) Pembelajaran apresiasi sastra adalah
pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan di dalam karya yang dapat
dikaitkan dengan nilai kemanusiaan di dalam dunia nyata.
B.
Hakikat Teknik Pembelajaran
Teknik adalah cara konkret yang dipakai saat proses pembelajaran
berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode
yang sama. Dalam menerapkan suatu metode pembelajaran, setiap guru memiliki
teknik yang berbeda-beda. Subana dan Sunarti (2000:20) menyatakan bahwa teknik
adalah daya upaya, usaha, cara yang digunakan guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Muslich dan Suyono (2010:3), teknik pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu
metode secara spesifik. Misalnya, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan
jumlah peserta didik yang relatif banyakmembutuhkan teknik tersendiri, yang
tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas
yang jumlah peserta didiknya terbatas. Jadi, teknik pembelajaran adalah cara
yang digunakan guru dalam kelas untuk mengimplementasikan metode pembelajaran.
Penggunaan teknik pada kelas tertentu akan berbeda dengan kelas lainnya
meskipun metodenya sama. Penggunaan teknik pembelajaran harus disesuaikan
dengan keadaan siswa dan sekolah.
Mohamad (2011:7) menyatakan bahwa teknik pembelajaran
adalah jalan, alat atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan
kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang diinginkan atau dicapai. Dengan kata
lain teknik adalah cara yang digunakan dan bersifat implementatif. Menurut
Trianto (2011:52) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang
dapat digunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam
kelas dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film-film, program-program media komputer. Dapat disimpulkan bahwa
teknik sama dengan model yang berarti penggunaan perangkat/alat/media untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
C.
Berbagai Teknik Pembelajaran Apresiasi Sastra
1. 1. Teknik Induksi
Suatu teknik harus konsisten dengan metode dan sesuai
pula dengan pendekatannya. Teknik berkaitan dengan strategi yang benar-benar
terjadi di ruang kelas (Anthony, 1963; Baradja, 1985).
Suatu strategi yang efektif dan efisien akan tercipta
bila strategi itu dapat dengan mudah diterapkan dan dapat menunjang prestasi
belajar siswa yang memadai dan langgeng (Natawidjaja, 1983: 2). Keberartian
sesuatu yang dipelajari siswa untuk dirinya sendiri itulah yang menentukan
kadar kelanggengan prestasi belajar siswa. Dalam hal ini peran serta aktif dari
pihak siswa sendiri dalam kegiatan pembelajaran ikut berpengaruh terhadap keberartian
bahan pembelajaran.
Jenis teknik belajar-mengajar dapat ditimbulkan dari
metode tertentu (Broto, 1982: 23). Teknik merupakan pelaksanaan dari proses
pembelajaran. Teknik biasanya ditandai dengan penggunakan alat bantu atau media
tertentu yang diperlukan.
Pembelajaran sastra yang berangkat dari pendekatan
apresiatif (appreciative approach) dan memilih metode imersi sebagai suatu
alternatif, akhirnya menggiring kita untuk menentukan dan mengangkat satu
teknik yang dirasa paling sesuai. Teknik induksi tampaknya sangat sesuai dan
mendukung kegiatan ini.
Teknik induksi tidak hanya menuntut peran serta aktif
siswa, tetapi lebih jauh daripada itu, mendorong dan memberi kesempatan yang
seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk mendekati sendiri
karya sastra, menggauli secara langsung, dan akhirnya diharapkan mampu
menikmati, menghayati, dan menghargai karya sastra itu sendiri. Guru hanya
bersifat merangsang, memancing, mendorong, dan mengarahkan kegiatan itu. Yang
terjadi selama ini, tampaknya para guru sastra di lapangan cukup dengan membuat
siswanya paham dan mengerti karya sastra melalui penjelasan atau informasi,
tanpa ada kontak langsung siswa-karya. Siswa dijejali sekian banyak teori dan
sejarah sastra. Dengan demikian, siswa banyak tahu dan paham (baca: hafal)
pengetahuan sastra, tetapi tidak atau kurang mampu mengapresiasi karya. Tujuan
utama pembelajaran sastra masih jauh dari terpenuhi. Kegiatan macam itu jelas
kegiatan yang sangat tidak apresiatif.
Teknik induksi menghendaki lain. Siswa diberi kesempatan
secara langsung bergaul intim dan berdialog dengan karya. Segala sesuatu yang
diharapkan dapat dicapai oleh siswa dalam pergaulan dan dialog biarlah
ditemukan sendiri oleh siswa. Tentu saja, hal itu tidak terlepas sama sekali
dari bimbingan guru. Yang penting guru tidak bersikap menggurui dan menyuapkan
sesuatu yang tinggal telan saja. Tidaklah mungkin seseorang dapat merasakan
kenikmatan sesuatu hanya dengan diberitahu orang lain tanpa melakukan kontak
langsung secara intim dan berdialog akrab dengan sesuatu itu sendiri.
Penamaan induksi untuk teknik ini sesungguhnya meminjam
istilah dari bidang logika. Seperti diketahui, terdapat dua cara penarikan
kesimpulan, yaitu logika induktif dan logika deduktif (Suriasumantri, 1984:
46). Logika induktif – yang dipakai di sini — erat hubungannya dengan penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat
umum. Sebagai suatu proses tertentu, induksi berupaya menyimpulkan pengetahuan
yang ’umum’ atau universal dari pengetahuan yang ’khusus’ atau partikular (Ofm,
1983: 40). Induksi merupakan cara berpikir dengan jalan menarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Implikasinya dalam pembelajaran sastra, seperti sudah
dikemukakan terdahulu, guru bertindak membimbing dan mengarahkan siswanya agar
berhasil menemukan sendiri hal-hal khusus, ciri-ciri khusus, dan seterusnya,
untuk kemudian dibimbing ke arah penarikan kesimpulan yang bersifat umum
tentang karya sastra itu.
Sebagai ilustrasi, mengajarkan pantun, misalnya, teknik
yang cenderung selalu digunakan para guru sebagai berikut. Pertama, guru
memberikan pengertian, batasan, atau definisi pantun. Berikutnya diberikanlah
ciri-ciri pantun atau mengapa bentuk itu disebut pantun. Akhirnya, disajikan
contoh-contoh pantun. Langkah tersebut masih ditambah lagi dengan model
penyajian dikte oleh guru. Langkah tersebut sangat tidak apresiatif, sehingga
hasilnya pun berupa pengetahuan hafalan belaka.
Dengan teknik induksi yang merupakan pembalikan
langkah-langkah tersebut di atas, siswa diberi kesempatan langsung berhadapan,
berdialog, dan menikmati karya puisi lama itu. Dengan bimbingan guru siswa
diajak mampu menemukan Ietak-letak keindahannya, ciri-ciri bentuknya, yang
akhirnya sampai pada penyimpulan bahwa karya puisi itu adalah pantun.
Yang juga perlu diingat bahwa pembicaraan atau pembahasan
tidak boleh hanya terbatas pada unsur bentuknya saja. Yang lebih penting justru
pembahasan terhadap unsur isinya. Pembicaraan dapat saja berkisar pada pokok
masalah yang diungkapkan, pendapat pengarang atau penyair tentang pokok masalah
tersebut, perasaan, nada bicara, amanat yang terkandung, peristiwa yang
dibayangkan terjadi di belakang karya, dan seterusnya.
Dalam pelaksanaannya dapat saja teknik induksi diramu
dengan teknik-teknik yang lain, umpamanya brainstorming, diskusi, dan lain-lain
yang relevan. Yang tetap harus diingat, guru tidak boleh lupa pada
prinsip-prinsip CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Melaksanakan CBSA berarti guru
melaksanakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang
berupa perpaduan antara matra kognitif, afektif, dan psikomotorik (Natawidjaja,
1983: 19).
2. 2. Teknik
Menjawab Pertanyaan
Menjawab pertanyaan mengenai isi bacaan sering sekali dipraktekkan dalam pengajaran bahasa. Hal ini pun dapat dilakukan dalam pengajaran sastra. Salah satu cara untuk mengukur pemahaman siswa terhadap suatu karya sastra ialah melalui jawaban siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi karya sastra tersebut.
3. Teknik Piranti Peran
Merespon karya
sastra (cerpen) siswa membuat kantong yang di dalamnya berisi piranti untuk
berperan. Di dalam kantong tersebut ada berbagai macam barang/alat yang telah
dipilih dan dikumpulkan oleh siswa sehubungan dengan cerpen yang dibacanya.
Kantong itu sendiri dibuat dan dihiasi siswa dengan gagasan atau aspek-aspek
yang terdapat dalam cerpen tersebut. Guru menjelaskan bahwa kantong tersebut
merupakan kantong contoh (sampel), tidak harus mencerminkan secara lengkap
seluruh isi cerpen. Misalnya, dalam cuplikan cerpen anak-anak yang berjudul “Pak
Lebai yang Malang”, (dari petualangan Pak Lebai). Siswa memilih tokoh Pak
Lebai. Di dalam kantongnya, siswa itu menyimpan piranti, antara lain pancing
atau kail, topi, rokok, kacamata, dan lain-lain.
Tujuannya :
1. 1) Siswa dapat membuat kantong dan
dihiasi sesuai dengan gagasan atau aspek yang terdapat dalam cerpen.
2. 2) Siswa dapat memerankan tokoh
cerita dengan cara monolog atau dialog.
Alat yang
digunakan adalah lembar foto kopi cerita, lembar kertas kosong. Kegiatan ini
dapat dilakukan secara berpasangan atau kelompok.
Cara menerapkannya:
1. 1) Guru memberikan pejelasan
pembelajaran hari itu.
2. 2) Guru membentuk kelompok kecil
3. 3) Guru membagikan lembar foto kopi
cerita kepada masing-masing kelompok.
4. 4) Siswa membaca cerpen yang berjudul
“Pak Lebai yang Malang”.
5. 5) Siswa berdiskusi tentang latar
belakang dan isi cerpen tersebut, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan:
a.
Nilai-nilai sosial budaya
b.
Segala sesuatu yang menarik yang
dapat dipetik sebagi pelajaran hidup
6. 6) Siswa menyusun naskah atau
scenario untuk memerankan salah satu tokoh cerita yang disenangi (dilakukan
secara kelompok 4 siswa). Melalui diskus, kelompok dapat memilih salah satu
anggota sebagai pemeran. Anggota lain membantu menyiapkan pemeranan, antara lain
menyiapkan piranti. Pada kegiatan ini siswa melakukan identifikasi dan analisis
terhadap semua kebutuhan (piranti) untuk bemain peran.
7. 7) Siswa berlatih bemain peran
dengan anggota kelompok, pemeran berlatih hingga siap tampil di depan kelas.
8. 8) Siswa bermain di depan kelas
secara bergiliran, ketika salah seorang siswa bermain peran, siswa yang lain
menyimak dan mengamati sambil mencatat hal-hal yang menarik dari pemeranan itu.
catatan ini akan digunakan oleh siswa untuk memberikan penilaian terhadap
pemeranan teman sekelasnya.
9. 9) Siswa menyampaikan tanggapan,
komentar atau penilaian terhadap penampilan temannya.
1010) Guru memberikan refleksi pembelejaran hari itu.