BAB I
PENDAHULUAN
A.
Identitas Buku
Judul Buku :
Prinsip-prinsip Dasar Sastra
Penerbit :
Angkasa
Kota Terbit :
Bandung
Tahun Terbit :
2011
Edisi : Edisi Revisi Tahun 2011
Tebal Buku :
249
B.
Garis Besar Isi Buku
Bab 1 Prinsip-prinsip Dasar Puisi
1.
Pengantar ke
Masalah
2.
Apa yang disebut Puisi?
3.
Hakikat Puisi
4.
Metode Puisi
5.
Hubungan Hakikat
dengan Metode Puisi
6.
Maksud dan Tujuan
Puisi
7.
Lahirnya Sebuah
Puisi
8.
Menikmati dan
Menilai Puisi
Bab 2 Prinsip-prinsip Dasar Drama
1.
Pengantar ke
Masalah
2.
Apa yang disebut
Drama?
3.
Drama dan Teater
4.
Unsur-unsur Drama
5.
Jenis-jenis Drama
6.
Prinsip Goethe
dalam Drama
7.
Pentas Drama
8.
Drama dalam
Pendidikan
Bab 3 Prinsip-prinsip Dasar Fiksi
1.
Pengantar ke
Masalah
2.
Apakah yang disebut
Fiksi?
3.
Unsur-unsur Fiksi
4.
Klasifikasi Fiksi
5.
Novel
6.
Novelet
7.
Cerita Pendek
8.
Pertanyaan Pembimbing
Meresensi Fiksi
Bab 4 Prinsip-prinsip Dasar Kritik Sastra
1.
Pengantar ke
Masalah
2.
Apa yang disebut
Kritik Sastra?
3.
Prinsip Dasar
Kritik Sastra
4.
Falsafah Kritik
Sastra
5.
Fungsi Kritik
Sastra
6.
Jenis-jenis Kritik
Sastra
7.
Tipe-tipe Kritikus
Sastra
8.
Kritikus Sastra dan
Sarjana Sastra
9.
Kritik Sastra dan
Apresiasi Sastra
10. Kritik Sastra dan Esai
11. Syarat-syarat Kritik Sastra Indonesia
BAB II
LAPORAN BAGIAN BUKU
A.
Bab 1 Prinsip-prinsip Dasar Puisi
1.
Pengantar ke Masalah
Banyak
pengarang yang telah mengemukakan pengertian puisi menurut pendapatnya
masing-masing. Karena itu kita pun sulit untuk memberi batasan terhadap puisi.
Terkadang dalam membaca dan mendengar puisi pun kita mengalami kesulitan untuk
memahami dan menghayatinya. Jadi, dalam bab 1 ini akan dibahas tentang apa
sebenarnya puisi itu, apa hakikatnya, bagaimana metodenya, bagaimana hubungan
hakikat dengan metode, apa maksud dan tujuan puisi, apa perbedaan antara prosa
dengan puisi, dan bagaimana proses lahirnya sebuah puisi. Dengan itu maka
terbukalah jalan bagi kita untuk bisa mengerti, menikmati, dan menghayati puisi
itu. Hal-hal yang telah diutarakan di atas akan dapat
menumbuhkan dan menambah apresiasi kita terhadap puisi.
2.
Apa yang disebut Puisi?
Kata
puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis
yang berarti penciptaan. Arti inilama kelamaan semakin dipersempit ruang
lingkupnya menjadi hasil seni sastra, yang kata-katanya disusun menurut
syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang
kata-kata kiasan. Banyak
pengarang yang memberi pengertian terhadap puisi. Ada yang mempunyai pandangan
berbeda dan sama terhadap puisi. Hal itu terjadi karena konsepsi dan pandangan
mereka yang berbeda mengenai puisi. Sehingga sulit untuk memperoleh kata
sepakat untuk membatasi kata puisi
tersebut.
Menurut
Emerson, ide atau gagasan merupakan bagian yang vital dari puisi. Sedangkan
bagi Poe, yang merupakan unsur utama dari puisi adalah keselarasan dan
keharmonisan. Ada pula beberapa pengarang yang menghubungkan puisi dengan
musik. Samuel Johnson berpendapat bahwa puisi adalah peluapan spontan dari
perasaan-perasaan yang penuh daya, dia bercikal-bakal dari emosi yang berpadu
kembali dalam kedamaian. Selain itu, bagi Byron puisi merupakan lava imajinasi,
yang letusannya mencegah timbulnya gempa bumi. Emily Dickinson dan Edgar Allan
Poe mengemukakan pendapatnya tentang puisi berdasarkan perasaan yang menjadi
ukuran yang dipakainya untuk menilai suatu puisi.
Selanjutnya
akan kita ketengahkan pula beberapa pendapat yang mengatakan puisi adalah
ekspresi dari pengalaman manusia menurut Watts- Dunton dan Lascelle
Abercrombie. Oleh karena setiap puisi
merupakan ekspresi dari pengalaman imajinatif manusia, maka pertama sekali yang
kita peroleh, bila kita membaca suatu puisi adalah pengalaman. Dapat kita beri
batasan terhadap puisi berdasarkan pendapat pengarang di atas bahwa puisi itu adalah
ekpresi pengalaman manusia yang diutarakan dengan perasaan, yang bersifat
imajinatif dan iramanya selaras yang terdapat dalam kata-kata yang telah
dituangkan dalam puisi melalui bahasa sebagai mediumnya.
3.
Hakikat Puisi
Puisi
memiliki hakikat yang dapat disimpulkan menurut Richards bahwa puisi itu
terdiri atas: (1) tema makna (sense),
(2) rasa (feeling), (3) nada (tone), dan (4) amanat; tujuan;maksud (intention).
Puisi
itu diciptakan oleh penyair. Penyair menciptakan puisi dengan mengemukakan
pengalaman yang terjadi pada dirinya serta lingkungannya yang mempunyai tema
dan makna tertentu. Penyair dengan perasaanya dalam menciptakan puisi dapat
membuat pembaca tergugah hatinya dan menjatuhkan air mata bagi para
penikmatnya. Puisi yang dibaca akan menggugah emosi bagi pembaca dan
penikmatnya. Nada akan timbul dari rasa, tema, makna dengan kata-kata yang dipilihnya dengan tepat.
Puisi yang diciptakan penyair memiliki amanat, maksud, dan tujuan tersendiri
baik itu secara eksplisit maupun implisit.
4.
Metode Puisi
Puisi
memiliki metode dan sarana-sarananya yang terdiri atas: (1) diksi (diction), (2) imaji (imagery), (3) kata nyata (the concrete word), (4) majas (figurative langage), dan (5) ritme dan
rima (rhythm and rime).
Penyair
menciptakan puisi dengan menggunakan
bahasa sebagai mediumnya. Bahasa yang digunakan penyair akan ditentukan dengan
pilihan kata (diksi) yang tepat untuk digunakan. Kata yang digunakan dalam menciptakan
puisi dengan menggunakan diksi (pilihan kata) yang tepat, imajinasi yang
dimiliki penyair, majas (kata kiasan) yang dipakai penyair, dan kata nyata yang
dipakai penyair bertujuan untuk menggugah hati pembaca dan penikmat puisi.
Ritme atau irama (turun naiknya suara) dan rima (persamaan bunyi) akan
timbul dengan kata-kata yang bagus dan
tepat yang terdapat dalam sebuah puisi yang berkaitan erat dengan isi puisi
tersebut (makna, rasa, nada dan tujuan).
5.
Hubungan Hakikat dengan Metode Puisi
Hakikat dan metode puisi saling bergantung, saling
berhubungan satu sama lain. Suatu puisi dapat dikatakan indah, bila terdapat
keharmonisan dan keselarasan antara hakikat dengan metodenya. Puisi
mentransformasikan (mengubah) makna, rasa, nada, dan amanat ke dalam
pengalaman, ke dalam hidup itu sendiri karena penyair menggunakan bahasa
sebagai mediumnya yaitu diksi (pilihan kata) yang tepat, imajinasi yang sesuai,
kata nyata yang sesuai dengan isi, majas (kata kiasan) yang tepat, dan sehingga
menghasilkan ritme atau irama dan rima yang bagus.
6.
Maksud dan Tujuan Puisi
Perbedaan
puisi dan prosa menurut Mirrielees yaitu sebagai berikut:
1)
Prosa:
a)
Terutama sekali
bersifat menerangkan, menceritakan. Oleh sebab itu, membutuhkan ruangan yang
lebih luas.
b)
Terutama sekali
berbicara pada otak kita.
c)
Walaupun tidak
begitu banyak, prosa dapat juga mengandung unsur-unsur yang dimiliki oleh
puisi.
2)
Puisi:
a)
Terutama sekali
bersifat menggambarkan, melukiskan. Oleh karena itu, ruangannya relatif lebih
kecil.
b)
Berbicara kepada otak
melalui ide yang dikandungnya, berbicara kepada hati nurani kita melalui emosi
yang dikandungnya, berbicara kepada telinga kita melalui musik atau lagu yang
dikandungnya, berbicara kepada mata kita melalui gambaran atau lukisan yang
disajikannya, dan berbicara kepada tubuh kita melalui ritme atau irama yang
didendangkannya.
c)
Lebih dari prosa,
puisi merupakan suatu kebulatan yang utuh yang tidak dapat dipecah-pecah
sekehendak hati kita.
Setelah
mengetahui perbedaan-perbedaan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa maksud
dan tujuan puisi adalah sebagai berikut:
1)
Bukan untuk
menyatakan makna, melainkan untuk menyarankannya.
2)
Bukan untuk
menceritakan melainkan melukiskan.
3)
Bukan untuk
menerangkan atau menjelaskan melainkan mengajak atau mendorong para pembaca
berkreasi.
4)
Bukan untuk
berbicara, melainkan berdendang atau berlagu.
5)
Bukan untuk
berdendang atau berlagu melulu melainkan justru membangun atau menimbulkan
dendang atau lagu pada penikmatnya.
7.
Lahirnya Sebuah Puisi
Unsur-unsur yang diperlukan dalam penciptaan sebuah puisi
menurut Stephen Spender terdiri atas: (1) konsentrasi (concentration), (2) inspirasi (inspiration),
(3) kenangan (memory), (4) keyakinan
(faith), dan (5) lagu (song).
Lahirnya sebuah puisi yang diciptakan oleh penyair yaitu
karena adanya pengalaman, kenangan, inspirasi, konsentrasi, keyakinan, dan
kata-kata yang dipakai penyair sesuai dengan maksud dan tujuan isi puisi
tersebut. Kata-kata yang dipilihnya dengan tepat akan menimbulkan ritme atau
irama dan rima sesuai keinginan penyair. Proses penciptaan puisi tersebut tidak
terlepas dari hakikat dan metode puisi.
8.
Menikmati dan Menilai Puisi
Dari
uraian di atas kita telah tahu apa sebenarnya puisi itu, apa hakikatnya,
bagaimana metodenya, bagaimana hubungan hakikat dengan metode, apa maksud dan
tujuan puisi, apa perbedaan antara prosa dengan puisi, dan bagaimana proses
lahirnya sebuah puisi. Dengan itu maka terbukalah jalan bagi kita untuk bisa
mengerti, memahami, menikmati, dan menghayati puisi itu. Hal-hal yang telah
diutarakan di atas akan dapat menumbuhkan dan menambah apresiasi kita terhadap
puisi.
Apabila
kita sudah dapat menikmati suatu puisi, berarti kita telah mengetahui dimana
letak keindahannya, dari segi hakikat maupun metodenya, dari segi isi maupun
bentuknya. Orang yang telah dapat menikmati suatu puisi berarti dia telah dapat
memberi evaluasi terhadap puisi tersebut, di mana letak keindahan dan di mana
pula letak kekurangan yang terdapat di dalamnya. Kalau indah berilah alasan
yang tepat dan kalau tidak indah beri pula alasan yang dapat diterima oleh akal
sehat.
B.
Bab 2 Prinsip-prinsip Dasar Drama
1.
Pengantar ke Masalah
Suatu pementasan tidak memerlukan audiens yang asal-asal saja, tetapi audiens yang baik. Bukan soal
kuantitas melainkan kualitas audiens.
Yang diharapkan atau yang dituntut adalah audiens
yang sudah tinggi taraf apresiasinya. Masyarakat sekarang taraf apresiasinya
masih jauh dari yang diharapkan.Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu
diadakan suatu usaha untuk membina audiens
yang baik dan kreatif. Audiens yang
dapat memandang teater sebagai kegiatan artistik dari pribadi-pribadi penulis
naskah, sutradara, para aktor, dan pembantu-pembantu lainnya berada dalam
proses keseluruhan yang utuh dan bulat, bukan hanya merupakan suatu yang
ditonton sebagai presentasi yang masing-masing berdiri sendiri secara
terpisah-pisah. Untuk itu diperlukanlah pengetahuan yang secukupnya, paling
sedikit prinsip-prinsip dasar mengenai drama dan teater.
2.
Apa yang disebut Drama?
Kata drama berasal dari bahasa Yunani dari kata kerja dran yang berarti berbuat, to act atau to do. Banyak penulis yang mengungkapkan pendapatnya tentang
pengertian drama. Dari beberapa pendapat penulis dapat disimpulkan bahwa drama
adalah sebagai berikut:
1)
Drama adalah salah
satu cabang seni sastra.
2)
Drama dapat
berbentuk prosa atau puisi.
3)
Drama mementingkan
dialog, gerak, dan perbuatan.
4)
Drama adalah suatu
lakon yang dipentaskan di atas panggung.
5)
Drama adalah seni
yang menggarap lakon-lakon mulai sejak penulisannya hingga pementasannya.
6)
Drama membutuhkan
ruang, waktu, dan audiens (penonton).
7)
Drama adalah hidup
yang disajikan dalam gerak.
8)
Drama adalah
sejumlah kejadian yang memikat dan menarik hati.
3.
Drama dan Teater
Dalam Encyclopedia
Britanica drama adalah terjemahan dari bahasa Yunani draomai yang berarti sesuatu yang telah diperbuat; teater adalah
alihan dari bahasa Yunani theatron yang berarti tempat menonton.
Perbedaan antara drama sebagai text-play atau repertoir
dengan drama sebagai theatre atau performance yaitu sebagai berikut:
1)
Drama sebagai text-play atau repertoir adalah hasilsastra milik pribadi, yaitu milik penulis
drama tersebut, sedangkan drama sebagai theatre
atau performance adalah seni
kolektif.
2)
Text-play masih
memerlukan pembaca soliter sedangkan theatre
memerlukan penonton kolektif dan faktor penonton ini sangat penting.
3)
Text-play masih
memerlukan penggarapan yang baik dan teliti, baru dapat dipanggungkan sebagai theatre, menjadi seni kolektif.
4)
Text-play
adalah bacaan, sedangkan theatre
adalah pertunjukan atau tontonan.
4.
Unsur-unsur Drama
Agar dapat mengevaluasi suatu lakon, maka terlebih dahulu
kita mengenal unsur-unsur drama dengan baik. Unsur-unsur itu adalah sebagai
berikut: (1) alur (plot) adalah jalan cerita, (2) penokohan, (3) dialog
(percakapan), dan (4) aneka sarana kesastraan dan kedramaan.Dalam suatu lakon
yang baik, terdapat keharmonisan antara tema dan alur. Unsur-unsur drama itu
harus dilihat sebagai suatu keseluruhan yang terpadu dan utuh.
5.
Jenis-jenis Drama
Menurut genrenya drama dibagi
atas empat jenis, yaitu: (1) tragedi adalah sandiwara sedih (pelaku utamanya
menderita kesengsaraan lahir dan batin yang luar biasa atau sampai meninggal)
atau tragedi juga disebut peristiwa yang menyedihkan, (2) komedi adalah
sandiwara ringan yang penuh dengan kelucuan meskipun kadang-kadang kelucuan itu
bersifat menyindir dan berakhir dengan bahagia (drama ria), (3) melodrama
adalah pergelaran, seperti sandiwara atau film, dengan lakon yg sangat
sentimental, mendebarkan, dan mengharukan, yang lebih mengutamakan ketegangan daripada
kebenaran, dan (4) farce adalah kejadian yang muncul dari situasi, kemungkinan terjadi tidak begitu
besar dan kelucuan yang seenaknya saja serta bersifat episodik. Dari segi penulisan atau dari segi
bentuk, drama itu dibagi atas tiga yaitu: (1) drama berbentuk prosa, (2) drama berbentuk puisi, dan (3)
drama berbentuk prosa dan puisi.
6.
Prinsip Goethe dalam Drama
Perbedaan
pendapat terhadap suatu lakon mungkin saja terjadi. Bahkan para kritikus
profesional sekalipun mempunyai pendapat yang beraneka ragam terhadap suatu
lakon. Pada abad 18, pengarang drama Jerman terkenal yang bernama Goethe telah
merumuskan tiga prinsip utama bagi kritik atau evaluasi drama, yang sejak itu
telah dipergunakan sebagaidasar untuk menilai drama khususnya, seni pada
umumnya. Prinsip-prinsip Goethe itu berada dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
1)
Apa yang hendak
dikerjakan oleh sang seniman?
2)
Baikkah dia
melakukan itu?
3)
Pantaskah hal itu
dilakukan?
7.
Pentas Drama
Dalam menyelenggarakan pementasan drama terdapat tiga
tahapan utama, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap latihan, dan (3) malam
perdana.Faktor yang telah diutarakan di muka yang berhubungan dengan
pementasan, yaitu faktor intern, ada satu lagi faktor yang tidak dapat
diabaikan demi suksesnya suatu pementasan. Faktor itu adalah faktor ekstern,
yaitu faktor audiens (penonton).
Syarat-syarat calon aktor/aktris yaitu: (1) memiliki daya
reaksi spontan, (2) pengetahuan tentang reaksi manusia, (3) tekun, tabah, penuh
tekad, (4) sabar dan tahu diri, (5) fisik sehat, (6) sadar akan kemampuan
pribadi, dan (7) suara/vokal yang baik. Adapun teknik dasar berperan itu antara
lain: (1) konsentrasi, (2) ingatan emosi, (3) laku dramatris, (4) menggambarkan
watak yang khas dan unik, (5) observasi, dan (6) irama tempo.
8.
Drama dalam Pendidikan
Kegunaan drama dalam pendidikan tidak dapat disangkal
lagi. Drama anak-anak adalah drama untuk kanak-kanak, sedangkan drama yang
dimainkan oleh anak-anak disebut creative
dramatic. Metode sosiodrama adalah metode pengajaran dengan cara drama.
Dalam metode ini terdapat nilai-nilai pendidikan.
C.
Bab 3 Prinsip-prinsip Dasar Fiksi
1.
Pengantar ke Masalah
Fiksi menceritakan atau melukiskan kehidupan, baik fisik
maupun psikis, jasmani maupun rohani. Kalau hal ini benar-benar disadari, maka
akan menjadi pendorong untuk lebih banyak membaca fiksi untuk menambah dan
memperkaya pengalaman. Minat baca masyarakat harus dipupuk dan dikembangkan dan
apresiasi terhadap sastra juga harus ditingkatkan. Membaca karya sastra bukan
hanya untuk rasa puas dan kesenangan saja, tetapi juga bisa diambil amanat yang
terdapat di dalamnya. Membaca karya sastra yang baik atau yang mengandung nilai
sejarah. Semakin tahu tentang fiksi dan semakin banyak membaca karya fiksi maka
akan menanamkan dan menumbuhkan apresiasi terhadap karya fiksi.
2.
Apakah yang disebut Fiksi?
Kata fiksi (fiction)
diturunkan dari bahasa Latin fictio, ficturn yang berarti membentuk, membuat,
mengadakan, menciptakan. Fiksi adalah sesuatu yang dibentuk, dibuat,
diciptakan, dan diimajinasikan. Karya fiksi contohnya seperi novel, roman,
dongeng, dan lain-lain. Perbedaan fiksi dan nonfiksi, fiksi bersifat realitas,
sedangkan nonfiksi bersifat aktualitas. Realitas adalah apa-apa yang dapat
terjadi,tetapi belumtentu terjadi; sedangkan aktualitas adalah apa-apa yang
benar-benar terjadi.
3.
Unsur-unsur Fiksi
Fiksi memiliki unsur-unsur yaitu sebagai berikut: (1)
tema, (2) ketegangan dan pembayangan, (3) alur, (4) pelukisan tokoh, (5)
konflik, (6) kesegeraan atau atmosfer, (7) latar, (8) pusat, (9) kesatuan, (10)
logika, (11) interpretasi, (12)interpretasi kepercayaan, (13) pengalaman
keseluruhan, (14) gerakan,(15) pola dan perencanaan, (16) tokoh dan laku, (17)
seleksi dan sugesti, (18) jarak, (19) skala, (20) kelajuan, dan (21) gaya.
4.
Klasifikasi Fiksi
Klasifikasi fiksi terbagi tiga, yaitu berdasarkan bentuk,
isi, dan kritik sastra. Klasifikasi fiksi berdasarkan bentuknya yaitu: novel, novelette, short story, short short
story, dan vignette. Klasifikasi
fiksi berdasarkan isi yaitu: impresionisme, romantik, realisme, sosialis
realisme, realisme sebenarnya, naturalisme, ekspresionisme, dan simbolisme.
Klasifikasi fiksi berdasarkan kritik sastra yaitu sebagai berikut:
1)
Novel yang menuntut
kritik sastra yang serius terdiri dari novel-novel yang baik dan novel-novel
yang mungkin baik.
2)
Novel-novel yang
berada di bawah taraf kritik sastra yang serius terdiri dari taraf sedang dan taraf
rendah.
5.
Novel
Novel adalah suatu cerita prosa fiksi yang panjang dan
melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam
suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Jenis-jenis novel,
yaitu: roman avontur, psikologis, detektif, sosial, politik, kolektif,
bersejarah, tendens, dan roman keluarga.
Tabel Perbedaan Cerita Pendek dengan Novel
Cerita Pendek
|
Novel
|
|
Jumlah kata
|
10.000
|
35.000
|
Jumlah halaman
|
30 maksimal
|
100 minimal
|
Jumlah waktu baca
|
10-30 menit
|
120 menit
|
Tergantung pada
|
Situasi: hanya satu situasi
|
Pelaku: mungkin lebih dari satu
|
Impresi
|
Tunggal
|
Lebih dari satu
|
Efek
|
Satu
|
Lebih dari satu
|
Emosi
|
Satu
|
Lebih dari satu
|
Skala
|
Lebih sempit
|
Lebih luas
|
Seleksi
|
Lebih ketat
|
Lebih luwes
|
Kepadatan & Intensitas
|
Lebih diutamakan
|
Kurang diutamakan
|
Kelajuan
|
Lebih cepat
|
Kurang cepat
|
Seorang
novelis haruslah humanis. Humanis adalah orang yg mendambakan dan
memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas
perikemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia. Delapan ciri utama
humanisme, yaitu: (1) bukan merupakan dogma filosofis, (2) menuntut simpati,
menentang fanatisme, (3) menentang kepicikan, kelicikan, (4) bukan mencari
kesalahan, tetapi meyakinkan aksiomanya, (5) mempermasalahkan nilai falsafah
dan agama, (6) menempa humanis sejati, (7) sebagai media dalam peradaban yang
positif, dan (8) valid bagi sekelompok kecil individu.
6.
Novelet
Kata novelette diturunkan
dari kata novel ditambah dengan sufiks –ette yang berarti kecil “novel kecil”.
Pada umumnya unsur-unsur novelet sama dengan unsur-unsur novel. Novelet
berkisar antara 10.000-35.000 kata.
7.
Cerita Pendek
Cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau
suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca. Cerita
pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu. Klasifikasi cerita
pendek berdasarkan jumlah kata yaitu cerpen yang pendek (short short story) maksimal 5000 kata dan cerpen yang panjang (long short story) 5000-10.000 kata.
Klasifikasi cerita pendek berdasarkan nilai sastra yaitu cerpen sastra dan
cerpen hiburan.
8.
Pertanyaan Pembimbing Meresensi Fiksi
Adapun
prtanyaan-pertanyaan yang dimaksudkan itu antara lain:
1)
Tema
a)
Apakah tema cerita
itu?
b)
Apakah tema itu
valid sebagai kebenaran umum?
2)
Sudut pandang
a)
Dari sudut
pandangan sispakah cerita itu diceritakan?
b)
Apakah sudut
pandangan itu dijalankan dengan konsekuen dalam seluruh cerita?
3)
Tokoh
a)
Apakah penokohan
disajikan secara langsung, yaitu apakah pengarang merangkumkan sifat-sifat
tokoh itu dan menceritakan kepada kita apa dan bagaimana pikiran mereka-mereka
itu?
b)
Berapa banyakkah
diantara penokohan itu yang dilakukan secara tidak langsung melalui dialog para
tokoh, tindakan-tindakan mereka, serta reaksi-reaksi lainnya terhadap mereka?
c)
Apakah tokoh-tokoh
itu real?
Apakah mereka
bermain wajar dan hidup?
d)
Apakah yang
dikehendaki oleh para tokoh itu dan apa sebabnya mereka menghendakinya?
e)
Bagaimanakah
hubungan para tokoh dengan tema cerita itu?
4)
Alur
a)
Insiden-insiden
apakah yang telah dipilih untuk melayani tema cerita itu?
b)
Apakah terdapat
hubungan yang wajar dan baik antara tema dengan jenis insiden-insiden yang
telah dipilih itu?
c)
Mengapa
insiden-insiden itu lebih terpilih daripada lain-lainnya yang mungkin juga
terpilih?
d)
Apakah
insiden-insiden itu disusun dengan baik sehingga dapat memberikan penekanan
yang penting dan berguna?
e)
Apakah insiden-insiden
itu wajar, hidup, dan signifikan?
5)
Bahasa
a)
Apakah bahasa yang
dipergunakan dalam cerita itu tajam, lincah, dan sugestif?
b)
Jenis-jenis majas
apa sajakah yang dipergunakan dalam cerita itu?
c)
Apakah penggunaan
majas itu wajar dan hidup?
D.
Bab 4 Prinsip-prinsip Dasar Kritik Sastra
1.
Pengantar ke Masalah
Banyak orang yang kurang senang mendengar kata kritik.
Kebanyakan orang menganggap kritik itu hal-hal yang kurang baik, cacian, makian,
ejekan, cemoohan, dan lain-lain. Orang biasa membagi kritik itu atas kritik
membangun dan meruntuhkan. Pada hakikatnya kritik itu selalu membangun, selama
kritik itu masih bernama kritik.Tanpa adanya pikiran-pikiran yang kritis dan
tajam maka tidak akan kita alami kemajuan seperti sekarang ini. Kini orang
sudah lebih berani menilai diri sendiri dan meminta kritik kepada orang lain.
Kalau perlu menentang diri sendiri demi kemajuan. Akan tetapi, sebelum ke sana
alangkah baiknya kita mengetahui apa sebenarnya kritik sastra itu, bagaimana
prinsipnya, falsafahnya, fungsinya, jenisnya, dan bagaimana hubungannya dengan
apresiasi sastra, dengan esai, dan lain-lain.
2.
Apa yang disebut Kritik Sastra?
Kritik berasal dari bahasa Yunani krinein yang berarti mengamati, membanding, dan menimbang. Dalam
Ensiklopedia Indonesia, kritik adalah penilaian (penghargaan), terutama
mengenai hasil-hasil seni dan ciptaan-ciptaan seni. Kritik ialah pengamatan
yang teliti, perbandingan yang tepat serta pertimbangan yang adil terhadap
baik-buruknya kualitas nilai kebenarannya. Kritikus ialah orang yang
pekerjaannya mengamati dengan teliti, memperbandingkan dengan tepat serta
mempertimbangkan secara adil baik-buruknya kualitas nilai kebenarannya. Kritik
sastra adalah pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat serta
pertimbangan yang adil terhadap baik-buruknya kualitas, nilai, dan kebenaran
suatu karya sastra.
3.
Prinsip Dasar Kritik Sastra
Beberapa
prinsip dasar kritik sastra yaitu sebagai berikut:
1)
Sastra adalah suatu
mode berpikir universal.
2)
Tipe berpikir ini
tidak dapat dikembangkan terpisah dari objektivitasnya.
3)
Maksud dan tujuan
cara berpikir ini adalah untuk membuat pengalaman lebih intensif dan bermakna.
4)
Pemupukan serta
pengembangan sastra haruslah diupayakan.
5)
Nilai sastra senantiasa
bersifat pribadi.
6)
Intensitas
pengalaman penikmat sastra.
7)
Nilai-nilai
estetika perlu sekali dialihkan karena kegunaan suatu karya tertentu mungkin
saja berbeda dari masa ke masa.
8)
Reaksi-reaksi
perseorangan terhadap sastra sangat erat kaitannya dengan perkembangan sikap
kita.
4.
Falsafah Kritik Sastra
Kritik sastra dapat dipandang sebagai: (1) suatu disiplin
teoritis atau ilmu, (2) suatu skill
(keterampilan) yang dibimbing oleh perasaan dan dikembangkan melalui
pengalaman, dan (3) suatu art dalam
pengertian penganut Aristoteles techne, yaitu
suatu produksi yang mempunyai maksud tertentu secara metodis. Nilai-nilai dalam
suatu karya dapat berupa nilai hedonik, artistik, kultural,
etis-moral-religius, dan nilai praktis.
5.
Fungsi Kritik Sastra
Kritik sastra berfungsi untuk melayani penulis atau
pengarang, melayani masyarakat, dan melayani para kritikus. Dalam menerima kritikan,
maka dapat diadakan dua kategori penulis:
1)
Golongan yang tidak
tahan menerima kritikan sehingga putus asa dan tidak mau menulis lagi dan layu
sebelum mekar.
2)
Golongan yang
menerima kritikan dengan lapang dada sehingga tidak mau putus asa, menulis
terus dan maju terus pantang mundur.
6.
Jenis-jenis Kritik Sastra
Jenis-jenis kritik sastra yaitu sebagai berikut: kritik
judisial, induktif, impresionistik, historis, filosofis, formalis, sosiokultural,
psikologis, mitopoeik, relativistik, absolutistik, interpretatif, tekstual,
linguistik, biografis, komparatif, etis, perspektif, pragmatik, elusidatori,
praktis, dan kritik baru.
7.
Tipe-tipe Kritikus Sastra
Kritik sastra itu bersifat pribadi. Tiada seorang
kritikus yang diklasifilkasikan tipenya secara tegas. Jadi, ada aneka tipe
kritikus sastra dibedakan atas beberapa kutub:
1)
Kutub kritik
sistematis dan karya-karya pribadi.
2)
Kutub-kutub sastra
dan hidup, bentuk dan isi.
3)
Kutub-kutub antara objektivitas
dan subjektivitas.
Tipe-tipe kritikus sastra dalam tiga pasang kutub adalah
sebagai berikut: (1) kritik sistematis, (2) sastra bentuk, (3) objektivitas,
karya seni, (4) karya sastra, (5) hidup dan isi, dan (6) subjektivitas,
pengalaman estetika.
8.
Kritikus Sastra dan Sarjana Sastra
Memang seorang kritikus sastra dapat sekaligus merupakan
seorang sarjana sastra. Bagi seorang kritikus belum ada pendidikan formal,
sedangkan bagi sarjana sastra tersedia pendidikan khusus yaitu pada fakultas
sastra. Seorang kritikus tidaklah selamanya seorang sarjana formal, seorang
sarjana belum tentu kritikus, dan memang tidak pula merupakan suatu keharusan.
Perbedaan utama antara sarjana sastra denga kritikus
sastra adalah sebagai berikut:
1)
Sarjana sastra
mengarahkan perhatian pada perubahan yang mengandung makna ataupun perubahan
yang tetap dalam kontinuitas atau kesinambungan sastra; kritikus sastra lebih
mengarahkan perhatian pada kesamaan serta kepermanenan karya-karya sastra.
2)
Sarjana sastra
menerjunkan diri pada penempatan yang tepat serta pengertian yang jelas dan
tepat dari karya sastra; kritikus sastra menerjunkan diri pada penjelasan serta
penilaian karya sastra.
3)
Sarjana sastra
memusatkan perhatian pada asal-usul serta bagaimana sejarah lahirnya suatu
karya; sedangkan kritikus sastra memusatkan perhatian pada hakikat estetika
atau keindahan karya sastra yang telah diakui.
9.
Kritik Sastra dan Apresiasi Sastra
Apresiasi sastra adalah penaksiran kualitas karya sastra
serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan
pengalaman yang jelas, sadar serta kritis. Adapun kritik sastra adalah
pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat serta pertimbangan yang adil terhadap
baik-buruknya kualitas nilai kebenaran suatu karya sastra.
Dari batasan yang telah dikemukakan di atas jelaslah
betapa erat hubungan antara kritik sastra dengan apresiasi sastra. Hubungan
tersebut merupakan hubungan sebab akibat, hubungan kausal. Semakin tinggi taraf
apresiasi sastra masyarakat maka semakin mendalam daya kritisnya; semakin
mendalam daya kritisnya,semakin tinggi pula taraf apresiasinya. Kritik sastra
tanpa apresiasi sastra sukar dibayangkan; sedangkan apresiasi sastra tanpa
kritik sastra jelas kurang memuaskan.
10.
Kritik Sastra dan Esai
Kritik mengemukakan kebaikan dan kekurangan orang lain
serta berusaha mengemukakan cara-cara memperbaiki kekurangan tersebut;
sedangkan esai mengemukakan masalah atau persoalan kepada khalayak ramai,
bagaimana cara menyelesaikan masalah itu terserah kepada pembaca atau khalayak
ramai. Itulah sebabnya maka tidak ada kritik yang tidak membangun, sebab maksud
dan tujuan kritik ialah untuk mengadakan perbaikan. Dengan demikian maka
seharusnya kita berterimakasih kepada orang yang rela mengemukakan kritiknya
atas segala tindakan dan karya kita. Dengan kritik itu kita dapat memajukan
diri dan karya kita.
11.
Syarat-syarat Kritik Sastra Indonesia
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi kritik sastra Indonesia adalah sebagai berikut: (1)
membangun sastra Indonesia, (2) berdasar pengetahuan sastra dan ilmu lain, (3) tanpa
prasangka dan sentimen, (4) dapat memisahkan masalah penting dan tak penting,
(5) bersifat sportif yaitu berani memuji lawan apabila baik; berani mencela
kawan apabila buruk, (6) terlebih dahulu menghargai yang baik bagi sastra
Indonesia, (7) memperkuat kepribadian sastra dan bangsa Indonesia, (8) memperbaiki
cara berpikir, cara hidup & kerja sastrawan Indonesia, (9) bersifat
objektif, (10) berpendirian kritis dan berhati lapang serta tulus, (11) dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi, (12) mempunyai latar belakang
yang baik dan benar,(13) mempergunakan bahasa yang baik dan sopan, (14) cinta
dan bertanggung jawab bagi sastra Indonesia, (15) membimbing masyarakat
berpikir kritis terhadap sastra Indonesia, dan (16) berdasarkan pertimbangan
akal sehat.
BAB III
KOMENTAR
Menurut saya,
buku ini memiliki materi yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari segi
isinya yang banyak sekali mengutip beberapa pendapat para ahli dan disertai
dengan kesimpulan dari beberapa teori yang disampaikan. Penulis buku ini juga
memberikan pandangan dan kesimpulannya setelah mengetengahkan beberapa pendapat
para ahli tersebut. Penyampaian materi dan bahasa yang digunakan juga mudah
dipahami. Penulis buku ini menyampaikan materi yang ada dengan sistematis
sehingga pembaca mudah memahami materi yang disampaikan.
Dengan adanya
buku ini, kita dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sastra. Masih
banyak orang yang menganggap remeh karya sastra dan jarangnya minat untuk
membaca karya sastra. Yang sering membaca karya sastra itu pun ada juga yang
hanya untuk kepuasan dan kesenangan saja. Buku ini akan membangkitkan minat
membaca sastra dan mengetahui serta memahami tentang sastra sehingga tidak lagi
meremehkan sastra. Fiksi menceritakan
atau melukiskan kehidupan, baik fisik maupun psikis, jasmani maupun rohani.
Kalau hal ini benar-benar disadari, maka akan menjadi pendorong untuk lebih
banyak membaca fiksi untuk menambah dan memperkaya pengalaman.
Banyak orang yang kurang senang mendengar kata kritik.
Kebanyakan orang menganggap kritik itu hal-hal yang kurang baik, cacian,
makian, ejekan, cemoohan, dan lain-lain. Kritik mengemukakan kebaikan dan
kekurangan orang lain serta berusaha mengemukakan cara-cara memperbaiki
kekurangan tersebut. Itulah sebabnya maka tidak ada kritik yang tidak
membangun, sebab maksud dan tujuan kritik ialah untuk mengadakan perbaikan.
Dengan demikian maka seharusnya kita berterimakasih kepada orang yang rela
mengemukakan kritiknya atas segala tindakan dan karya kita. Dengan kritik itu
kita dapat memajukan diri dan karya kita.
BAB IV
PENUTUP
A.
Manfaat
Menurut saya,
buku ini sudah memiliki standar yang sangat baik. Bukan hanya materinya yang
disampaikan dan dijelaskan dengan rinci dan sistematis, tetapi buku ini juga
disampaikan dengan bahasa yang mudah untuk dipahami. Buku ini sangat cocok
dipakai oleh kalangan pengajar (guru/dosen), mahasiswa, siswa dan umum untuk
menambah pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana memahami prinsip-prinsip
dasar sastra.Buku ini sangat membantu kita
untuk mengetahui manfaat membaca karya sastra.
Hal-hal
yang telah diutarakan dalam buku ini akan dapat menumbuhkan dan menambah
apresiasi kita terhadap karya sastra serta bisa memberikan kritik terhadap
karya sastra. Apabila kita sudah dapat memahami dan menikmati suatu karya
sastra, berarti kita telah mengetahui di mana letak keindahannya, dari segi isi
maupun bentuknya. Orang yang telah dapat menikmati suatu karya sastra berarti
dia telah dapat memberi evaluasi dan apresiasi serta memberikan kritik terhadap
karya tersebut, di mana letak keindahan dan di mana pula letak kekurangan yang
terdapat di dalamnya. Kalau indah berilah alasan yang tepat dan kalau tidak
indah beri pula alasan yang dapat diterima oleh akal sehat.
B.
Kritik
Menurut
saya, buku ini sangat bagus. Materi yang disampaikan mudah dipahami dan
tersusun secara sistematis dan saling berkesinambungan. Namun, terdapat
beberapa kata yang sulit untuk dipahami karena bahasanya yang jarang didengar
dan dibaca, tetapi itu tidak menjadi penghalang untuk memahami isi buku secara
keseluruhan.
SUMBER RUJUKAN
SUMBER RUJUKAN
Tarigan, Henry
Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar
Sastra. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar