Jumat, 15 Mei 2015

RESENSI NOVEL PELABUHAN TERAKHIR KARYA ROIDAH



REFLEKSI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN
DALAM NOVEL PELABUHAN TERAKHIR KARYA ROIDAH

Oleh: Fybria Rahma R

A. Identitas Novel
Judul Novel            : Pelabuhan Terakhir
Pengarang              : Roidah
Tebal Buku             : 159 hal
Penerbit                  : Erlangga, Jakarta
Tahun Terbit          : 2012
Edisi ke-                  : 1 (Satu)

B. Sinopsis Novel Pelabuhan Terakhir Karya Roidah
Novel Pelabuhan Terakhir karya Roidah ini berkisah tentang Zahra. Zahra adalah seorang wanita mandiri dan berkarier sukses, namun selalu gagal dalam masalah percintaan. Zahra hanya dua kali berpacaran seumur hidupnya. Putus dengan Aldo, teman se-SMA hanya karena pertentangan sifat, tapi putus dengan Alvon, teman sejurusan di kampus, karena dia mengkhianati Zahra yang berpacaran dengan wanita lain di belakangnya. Kasus tentang penindasan terhadap wanita yang sering ia tangani turut membuatnya enggan menikah dan cenderung membenci kaum pria. Pemikiran seperti itu tidak ada hubungannya dengan masa lalu, tapi pemikirannya lebih terbentuk karena kisah nyata dari beberapa perempuan yang disakiti lelaki, hingga ia berkesimpulan lelaki memiliki berjejer sifat negatif yang sangat tidak bisa di toleransinya.
Zahra yang terlahir sebagai anak tunggal dalam keluarga malah membuat dirinya semakin tertekan. Akhirnya, ia pun dijodohkan oleh sang ayah dengan seorang pria. Sang ayah yang sudah ingin menimang cucu, dan khawatir dengan usia anaknya tersebut, akhirnya memilihkan jodoh untuknya. Nama Poernomo alias Ipung pun mencuat ke permukaan. Sudah hampir dua minggu nama Ipung diproklamirkan sang ayah, ditambah pula tingkat jenuh yang mulai datang dari pekerjaannya sekarang semakin membuat pikirannya kian kacau. Sudah enam bulan belakangan ini Zahra mulai merasa tak betah dengan tugasnya di kantor.Rasa muak terhadap penderitaan kaum perempuan, di mana Zahra dan lembaganya tidak bisa berbuat lebih banyak bagi mereka, sehingga membuat Zahra ingin hengkang saja. Zahra memutuskan mulai melirik dunia kerja baru. Ia mendapat tawaran pekerjaan, masih urusan sosial. Ia diajak bergabung di pendampingan Suku Kubu, Jambi.       
Kisah percintaan Zahra pun semakin berwarna ketika dia bekerja di Jambi. Setelah nama Ipung diproklamirkan sang ayah, kini muncul nama Sultan, lelaki gagah dan bertanggung jawab yang mampu membuatnya kembali ingat kepada Tuhan dan agama. Sudah lama ia tak pernah ingat kewajibannya sebagai seorang muslim. Waktu kecil ia telah dididik mengerjakan shalat oleh ibu, namun beranjak remaja shalatnya kian bolong, hingga menghilang sama sekali, apalagi sejak ditimpa masalah cinta. Ada juga Laman Senjo, anak sang kepala suku yang lugu dan polos. Dua lelaki ini pun berhasil menumbuhkan kembali citra positif laki-laki di mata Zahra dan mampu menggugah kembali nurani perempuannya. Sementara ketika sang ibu terbaring sakit, Ipung pun tak segan memperlihatkan kepedulian dan perhatian kepada ibunya. Kejadian itu pun semakin membuat hati Zahra bimbang.
Diantara tiga pilihan, karena merasa bersalah kepada ibunya Zahra pun harus mengambil keputusan untuk segera menikah. Ipung yang baru bertemu dengannya di rumah sakit, kian lama membuat Zahra salut dengan sifat Ipung yang peduli dan perhatian kepada keluarganya. Sultan yang telah mengingatkannya kepada Tuhan dan agama pun membuatnya mulai merasakan sesuatu terhadap Sultan dan Laman Senjo, anak sang kepala suku yang lugu dan polos yang pernah dekat dengannya. Di antara tiga pilihan laki-laki ini membuat hati Zahra bimbang. Zahra berpikir kalau ia menikah dengan Laman Senjo apa kata ibunya nanti, karena latar belakangnya yang hidup di Suku Kubu, Jambi dan Zahra pun tidak bisa menerima latar belakang Laman Senjo yang hidup di sana. Lalu ia beranikan diri untuk menyatakan rasa cintanya kepada Sultan. Zahra akan memilih salah satu dari mereka dan menikah dengan pilihannya tersebut.

C. Refleksi Nilai-nilai Kemandirian dalam Novel Pelabuhan Terakhir Karya Roidah
1)      Refleksi Pengidentifikasian Kemampuan dan Ketidakmampuan
             Tokoh-tokoh dalam Pelabuhan Terakhir karya Roidah merupakan manusia-manusia lumrah yang memiliki kemampuan dan ketidakmampuan. Roidah menceritakan tentang seorang wanita mandiri yang bernama Zahra sebagai tokoh utama tidak memiliki kemampuan untuk menikah karena ia cenderung membenci kaum laki-laki.
Pemikiranku sekarang lebih terbentuk karena kisah nyata dari beberapa perempuan yang disakiti lelaki, hingga aku berkesimpulan lelaki memiliki berjejer sifat negatif yang sangat tidak bisa ditoleransi.(Roidah, 2012:5)
Aku menolak permintaan mereka dengan iming-iming janji ke Jambi hanya untuk satu tahun ke depan saja. Setelah keinginan mengetahui bagaimana kehidupan suku terasing itu tercapai dan sedikit menunjukkan perjuangan harkat mereka, aku akan kembali ke Jakarta. Tapi tentunya aku tidak berani berjanji kembali untuk menikah. (Roidah, 2012:7)
             Zahra yang berperan sebagai tokoh utama, aku memiliki kemampuan dalam bidang pekerjaannya yang sering menangani kasus penindasan terhadap wanita. Zahra seorang wanita mandiri dan mempunyai karier yang sukses. Zahra selalu memikirkan pekerjaannya dan tidak peduli dengan ucapan kedua orang tuanya yang menyuruhnya untuk segera menikah.
Aku dan timku berharap lewat kasus ini perusahaan tersebut mengoreksi kesalahannya dan untuk kedepannya mereka bisa memperlakukan buruh lebih baik lagi terutama kaum wanita. Mentang-mentang Ginarsih harus cuti satu minggu karena menjalani perawatan pascakeguguran, ia langsung diberhentikan tanpa beberapa prosedur yang harus dilewati, seperti surat teguran satu sampai tiga. (Roidah, 2012:8)
Sementara bila dilihat secara formal perjalanan kasus ini di kepolisian, kemauan, pihak perusahaan penyalur TKI, serta perubahan dalam diri Marni walau urusan keluar rumah dia masih canggung, bisa dibilang pekerjaanku dan tim sudah mendekati titik yang menggembirakan. Semoga saja tidak lama sepeninggalku kasus Marni bisa selesai dan gadis itu bisa berlega hati, walau kehidupannya tak lagi uuh seperti semula. (Roidah, 2012:12-13)
2)      Refleksi Keinginan-keinginan
          Kemandirian juga berkaitan dengan keinginan-keinginan. Keinginan-keinginan itu didasarkan atas pemahaman dan penerimaan atas rumusan-rumusan tentang kemampuan dan ketidakmampuan diri. Zahra yang berperan sebagai tokoh aku telah memikirkan kehidupannya di hari tua nanti bahwa ia tidak mau menikah.
Soal hari tua pun, telah terpikirkan olehku, dari beberapa tahun lalu aku sudah mendepositokan sejumlah uang. Jika nanti masanya aku butuh ditemani karena kedua orang tuaku meninggalanku selamanya, aku bisa mengangkat anak yang kelak bisa membalas jasaku atau cukup menghabiskanwaktu di panti jompo. Untuk saat ini aku sudah siap dengan komitmen atau mungkin bisa disebut risikomemilih hidup tanpa menikah. Hidup tanpa menikah menurutku tidak harus merasa sepi, kalaupun di hari tua aku harus di panti jompo, toh disana pasti aku mempunyai teman-teman juga. (Roidah, 2012:4-5)
             Zahra sebagai tokoh aku yang telah berkeinginan untuk pergi ke Jambi melirik dunia kerja baru untuk menghindar dari tuntutan ayah dan ibu yang menyuruh Zahra secepatnya untuk menikah.
Selama ini tuntutan ayah akan pernikahanku masih bisa aku hadapi dengan memberi jawaban-jawaban menghindar. Namun jika sudah ditambah dengan pekerjaan yang menjadi momok, maka solusinya harus kuselesaikan kedua-duanya. Aku putuskan untuk mencari dunia kerja baru, .... (Roidah, 2012:6)
             Zahra sebagai tokoh utama, aku digambarkan sebagai tokoh yang telah berkeinginan untuk shalat kembali karena Sultan yang telah mengingatkannya kepada Tuhan dan agama. Cerita novel ini juga terdapat nilai religius, yaitu nilai yang bersumber kepada ajaran agama.
Aku dilanda rasa rindu yang membutuhkan muara untuk menjawab seruan itu. Seketika juga ada dorongan teramat kuat menyuruhku shalat. .... Tak pelak lagi ini imbas dari ucapan-ucapan dan kebaikan Sultan yang berentetan dengan musibah di hutan tempo hari. ....(Roidah, 2012:113)
             Zahra sebagai tokoh aku yang merasa bersalah kepada ibunya yang telah masuk rumah sakit karena ia pergi kerja ke Jambi untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya ia pun memutuskan untuk menikah diantara tiga pilihan lelaki. Kisah percintaan Zahra semakin berwarna ketika dia bekerja di Jambi. Setelah nama Ipung diproklamirkan sang ayah, kini muncul lelaki gagah dan bertanggung jawab yang mampu mebuatnya kembali ingat pada Tuhan dan agama. Ada juga Laman Senjo, anak kepala suku yang lugu dan polos. Dua lelaki ini pun berhasil menumbuhkan kembali citra positif laki-laki di mata Zahra dan mampu menggugah kembali nurani perempuannya.
Memutuskan menikah dengan menyetujui pilihan ibu, melahirkan beban tersendiri di batinku. Ipung tidaklah terlalu mengecewakan untuk disukai. Namun harapanku masih tertumpu pada lelaki yang memang telah kucintai sebelumnya dan menikah karena menginginkannya. Jujur kuakui saat ini hanya pesona Sultan yang bisa menawan hatiku .... Lalu juga ada keluguan Laman Senjo yang menakjubkan, mengimbangi pesona Sultan. Haruskah aku memilih satu di antara mereka untuk menjawab secepatya keinginan ibu? Hanya demi sekadar bisa menikah saja?(Roidah, 2012:141)
3)      Refleksi Penerimaan atas Kekurangan dan Kelemahan Diri
             Zahra seorang wanita mandiri dan mempunyai karier yang sukses. Sukses dalam berkarier, tapi ia tidak memikirkan untuk menikah karena ia cenderung membenci kaum laki-laki. Penerimaan atas kekurangan dan kelemahan diri Zahra yang sering bohong tentang Shalat kepada ibunya dan selalu menghindar tentang pernikahan kepada ayah dan ibunya. Zahra sebagai tokoh utama, aku digambarkan sebagai tokoh yang diceritakan Roidah selalu berusaha mengembangkan pemahamannya atas kekurangan dan kelemahan dirinya.
Kutenangkan diri dengan memikirkan yang lain, aku jadi ingat Sultan yang tak sempat kujumpai tadi sebelum berangkat. Janjiku akan menemuinya untuk menanyakan tentang bacaan shalat sepertinya harus kualihkan dengan mencari lagi buku bacaan shalat yang ada di rumah. Semoga saja masih bisaku temukan.(Roidah, 2012:117)
Aku dilanda rasa rindu yang membutuhkan muara untuk menjawab seruan itu. Seketika juaga ada dorongan teramat kuat menyuruhku shalat. .... Tak pelak lagi ini imbas dari ucapan-ucapan dan kebaikan Sultan yang berentetan dengan musibah di hutan tempo hari. ....(Roidah, 2012:113)
Memutuskan menikah dengan menyetujui pilihan ibu, melahirkan beban tersendiri di batinku. Ipung tidaklah terlalu mengecewakan untuk disukai. Namun harapanku masih tertumpu pada lelai yang memang telah kucintai sebelumnya dan menikah karena menginginkannya. Jujur kuakui saat ini hanya pesona Sultan yang bisa menawan hatiku .... Lalu juga ada keluguan Laman Senjo yang menakjubkan, mengimbangi pesona Sultan. Haruskah aku memilih satu di antara mereka untuk menjawab secepatya keinginan ibu? Hanya demi sekadar bisa menikah saja?(Roidah, 2012:141)

D. Keunggulan Novel Pelabuhan Terakhir Karya Roidah
        Ada tiga keunggulan utama novel Pelabuhan Terakhir karya Roidah ini. Keunggulan-keunggulan tersebut adalah sebagai berikut ini.
        Pertama, permasalahan yang diangkat Roidah adalah permasalahan yang menarik dan realistis. Permasalahan tersebut adalah permasalahan percintaan dan agama yang sering terjadi di masa sekarang. Shalat yang sering bolong sejak mengenal cinta. Cinta yang sering dikhianati karena mendua, cinta yang sering terjadi dengan kekerasan. Masalah penindasan yang sering terjadi bagi kaum perempuan di dalam pekerjaan dan rumah tangga.
         Kedua, pengarang (Roidah) mampu memformulasikan penguasaannya di bidang kebudayaan Suku Kubu, Jambi, agama, motivasi, dan percintaan. Dengan kata lain permasalahan yang cukup kompleks itu dikemas mulai dari masa remaja menuju proses dewasa yang akhirnya berakhir di pelabuhan terakhir.
         Ketiga, pengarang juga mampu mengembangkan penggunaan bahasa yang efektif, memiliki kejelasan struktur dan mudah dipahami pembaca. Bahasa yang efektif juga tercermin pada diksi (pilihan-pilihan kata) yang digunakan yaitu diksi yang mudah dipahami pembaca serta sarat dengan majas yang mengena.

E. Kelemahan Novel Pelabuhan Terakhir Karya Roidah
           Kelemahan utama novel Pelabuhan Terakhir karya Roidah ini adalah aspek perwajahan (lay out) buku yang kurang mengena.

F. Simpulan
                   Zahra yang tidak dekat dengan sang ayah dan tak begitu mengenal Tuhannya, membuat dia dilema dalam masalah percintaan dan pekerjaan. Dalam novel Pelabuhan Terakhir ini diceritakan bahwa dalam hidup manusia tak akan pernah bisa menghindari takdirnya. Kenyataan ini yang membuat tokoh utama novel ini menyadari akan garis lurus yang tegak antara kekecewaan Zahra pada manusia lain dengan kebutuhannya akan Tuhan. Lalu tanpa diinginkannya, beberapa orang pun berhasil masuk ke dalam kehidupannya dan keluarganya, sehingga mengurai makna tentang apa yang dibutuhkan dari wanita terhadap pria dan begitu juga sebaliknya. Sehingga tokoh utama novel ini memilih diantara tiga pilihan lelaki yang membuat dia begitu bingung dan bimbang.


Daftar Kepustakaan
Roidah. 2012. Pelabuhan Terakhir. Jakarta: Erlangga.
Nursaid dan Mohd. Hafrison. 2012. "Penulisan Resensi Buku". Bahan Ajar. Padang: FBS UNP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar