REFLEKSI
NILAI-NILAI KEMANDIRIAN
DALAM NOVEL PELABUHAN TERAKHIR
KARYA ROIDAH
Oleh: Fybria Rahma R
A. Identitas Novel
Judul Novel :
Pelabuhan Terakhir
Pengarang : Roidah
Tebal Buku : 159 hal
Penerbit : Erlangga, Jakarta
Tahun Terbit :
2012
Edisi ke- :
1 (Satu)
B. Sinopsis
Novel Pelabuhan Terakhir Karya Roidah
Novel Pelabuhan Terakhir karya Roidah ini berkisah tentang Zahra. Zahra
adalah seorang wanita mandiri dan berkarier sukses, namun selalu gagal dalam
masalah percintaan. Zahra hanya dua kali berpacaran seumur hidupnya. Putus
dengan Aldo, teman se-SMA hanya karena pertentangan sifat, tapi putus dengan
Alvon, teman sejurusan di kampus, karena dia mengkhianati Zahra yang berpacaran
dengan wanita lain di belakangnya. Kasus tentang penindasan terhadap wanita
yang sering ia tangani turut membuatnya enggan menikah dan cenderung membenci
kaum pria. Pemikiran seperti itu tidak ada hubungannya dengan masa lalu, tapi pemikirannya
lebih terbentuk karena kisah nyata dari beberapa perempuan yang disakiti
lelaki, hingga ia berkesimpulan lelaki memiliki berjejer sifat negatif yang
sangat tidak bisa di toleransinya.
Zahra yang terlahir sebagai anak
tunggal dalam keluarga malah membuat dirinya semakin tertekan. Akhirnya, ia pun
dijodohkan oleh sang ayah dengan seorang pria. Sang ayah yang sudah ingin
menimang cucu, dan khawatir dengan usia anaknya tersebut, akhirnya memilihkan
jodoh untuknya. Nama Poernomo alias Ipung pun mencuat ke permukaan. Sudah
hampir dua minggu nama Ipung diproklamirkan sang ayah, ditambah pula tingkat
jenuh yang mulai datang dari pekerjaannya sekarang semakin membuat pikirannya
kian kacau. Sudah enam bulan belakangan ini Zahra mulai merasa tak betah dengan
tugasnya di kantor.Rasa muak terhadap penderitaan kaum perempuan, di mana Zahra
dan lembaganya tidak bisa berbuat lebih banyak bagi mereka, sehingga membuat
Zahra ingin hengkang saja. Zahra memutuskan mulai melirik dunia kerja baru. Ia
mendapat tawaran pekerjaan, masih urusan sosial. Ia diajak bergabung di
pendampingan Suku Kubu, Jambi.
Kisah percintaan Zahra pun semakin
berwarna ketika dia bekerja di Jambi. Setelah nama Ipung diproklamirkan sang
ayah, kini muncul nama Sultan, lelaki gagah dan bertanggung jawab yang mampu
membuatnya kembali ingat kepada Tuhan dan agama. Sudah lama ia tak pernah ingat
kewajibannya sebagai seorang muslim. Waktu kecil ia telah dididik mengerjakan
shalat oleh ibu, namun beranjak remaja shalatnya kian bolong, hingga menghilang
sama sekali, apalagi sejak ditimpa masalah cinta. Ada juga Laman Senjo, anak
sang kepala suku yang lugu dan polos. Dua lelaki ini pun berhasil menumbuhkan
kembali citra positif laki-laki di mata Zahra dan mampu menggugah kembali
nurani perempuannya. Sementara ketika sang ibu terbaring sakit, Ipung pun tak
segan memperlihatkan kepedulian dan perhatian kepada ibunya. Kejadian itu pun semakin
membuat hati Zahra bimbang.
Diantara tiga pilihan, karena merasa
bersalah kepada ibunya Zahra pun harus mengambil keputusan untuk segera
menikah. Ipung yang baru bertemu dengannya di rumah sakit, kian lama membuat
Zahra salut dengan sifat Ipung yang peduli dan perhatian kepada keluarganya.
Sultan yang telah mengingatkannya kepada Tuhan dan agama pun membuatnya mulai
merasakan sesuatu terhadap Sultan dan Laman Senjo, anak sang kepala suku yang
lugu dan polos yang pernah dekat dengannya. Di antara tiga pilihan laki-laki
ini membuat hati Zahra bimbang. Zahra berpikir kalau ia menikah dengan Laman
Senjo apa kata ibunya nanti, karena latar belakangnya yang hidup di Suku Kubu,
Jambi dan Zahra pun tidak bisa menerima latar belakang Laman Senjo yang hidup
di sana. Lalu ia beranikan diri untuk menyatakan rasa cintanya kepada Sultan.
Zahra akan memilih salah satu dari mereka dan menikah dengan pilihannya
tersebut.
C. Refleksi
Nilai-nilai Kemandirian dalam Novel Pelabuhan
Terakhir Karya Roidah
1)
Refleksi Pengidentifikasian Kemampuan dan
Ketidakmampuan
Tokoh-tokoh
dalam Pelabuhan Terakhir karya Roidah
merupakan manusia-manusia lumrah yang memiliki kemampuan dan ketidakmampuan. Roidah
menceritakan tentang seorang wanita mandiri yang bernama Zahra sebagai tokoh
utama tidak memiliki kemampuan untuk menikah karena ia cenderung membenci kaum
laki-laki.
Pemikiranku sekarang lebih
terbentuk karena kisah nyata dari beberapa perempuan yang disakiti lelaki,
hingga aku berkesimpulan lelaki memiliki berjejer sifat negatif yang sangat
tidak bisa ditoleransi.(Roidah, 2012:5)
Aku menolak permintaan mereka
dengan iming-iming janji ke Jambi hanya untuk satu tahun ke depan saja. Setelah
keinginan mengetahui bagaimana kehidupan suku terasing itu tercapai dan sedikit
menunjukkan perjuangan harkat mereka, aku akan kembali ke Jakarta. Tapi
tentunya aku tidak berani berjanji kembali untuk menikah. (Roidah, 2012:7)
Zahra
yang berperan sebagai tokoh utama, aku memiliki kemampuan dalam bidang
pekerjaannya yang sering menangani kasus penindasan terhadap wanita. Zahra
seorang wanita mandiri dan mempunyai karier yang sukses. Zahra selalu
memikirkan pekerjaannya dan tidak peduli dengan ucapan kedua orang tuanya yang
menyuruhnya untuk segera menikah.
Aku dan timku berharap lewat kasus
ini perusahaan tersebut mengoreksi kesalahannya dan untuk kedepannya mereka
bisa memperlakukan buruh lebih baik lagi terutama kaum wanita. Mentang-mentang
Ginarsih harus cuti satu minggu karena menjalani perawatan pascakeguguran, ia
langsung diberhentikan tanpa beberapa prosedur yang harus dilewati, seperti
surat teguran satu sampai tiga. (Roidah, 2012:8)
Sementara bila dilihat secara
formal perjalanan kasus ini di kepolisian, kemauan, pihak perusahaan penyalur
TKI, serta perubahan dalam diri Marni walau urusan keluar rumah dia masih
canggung, bisa dibilang pekerjaanku dan tim sudah mendekati titik yang
menggembirakan. Semoga saja tidak lama sepeninggalku kasus Marni bisa selesai
dan gadis itu bisa berlega hati, walau kehidupannya tak lagi uuh seperti
semula. (Roidah, 2012:12-13)
2)
Refleksi Keinginan-keinginan
Kemandirian
juga berkaitan dengan keinginan-keinginan. Keinginan-keinginan itu didasarkan
atas pemahaman dan penerimaan atas rumusan-rumusan tentang kemampuan dan
ketidakmampuan diri. Zahra yang berperan sebagai tokoh aku telah memikirkan
kehidupannya di hari tua nanti bahwa ia tidak mau menikah.
Soal hari tua pun, telah
terpikirkan olehku, dari beberapa tahun lalu aku sudah mendepositokan sejumlah
uang. Jika nanti masanya aku butuh ditemani karena kedua orang tuaku
meninggalanku selamanya, aku bisa mengangkat anak yang kelak bisa membalas
jasaku atau cukup menghabiskanwaktu di panti jompo. Untuk saat ini aku sudah
siap dengan komitmen atau mungkin bisa disebut risikomemilih hidup tanpa
menikah. Hidup tanpa menikah menurutku tidak harus merasa sepi, kalaupun di
hari tua aku harus di panti jompo, toh disana pasti aku mempunyai teman-teman
juga. (Roidah, 2012:4-5)
Zahra
sebagai tokoh aku yang telah berkeinginan untuk pergi ke Jambi melirik dunia
kerja baru untuk menghindar dari tuntutan ayah dan ibu yang menyuruh Zahra
secepatnya untuk menikah.
Selama ini tuntutan ayah akan
pernikahanku masih bisa aku hadapi dengan memberi jawaban-jawaban menghindar.
Namun jika sudah ditambah dengan pekerjaan yang menjadi momok, maka solusinya
harus kuselesaikan kedua-duanya. Aku putuskan untuk mencari dunia kerja baru,
.... (Roidah, 2012:6)
Zahra
sebagai tokoh utama, aku digambarkan sebagai tokoh yang telah berkeinginan
untuk shalat kembali karena Sultan yang telah mengingatkannya kepada Tuhan dan
agama. Cerita novel ini juga terdapat nilai religius, yaitu nilai yang
bersumber kepada ajaran agama.
Aku dilanda
rasa rindu yang membutuhkan muara untuk menjawab seruan itu. Seketika juga ada
dorongan teramat kuat menyuruhku shalat. .... Tak pelak lagi ini imbas dari
ucapan-ucapan dan kebaikan Sultan yang berentetan dengan musibah di hutan tempo
hari. ....(Roidah, 2012:113)
Zahra
sebagai tokoh aku yang merasa bersalah kepada ibunya yang telah masuk rumah
sakit karena ia pergi kerja ke Jambi untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya ia pun
memutuskan untuk menikah diantara tiga pilihan lelaki. Kisah percintaan Zahra
semakin berwarna ketika dia bekerja di Jambi. Setelah nama Ipung diproklamirkan
sang ayah, kini muncul lelaki gagah dan bertanggung jawab yang mampu mebuatnya
kembali ingat pada Tuhan dan agama. Ada juga Laman Senjo, anak kepala suku yang
lugu dan polos. Dua lelaki ini pun berhasil menumbuhkan kembali citra positif
laki-laki di mata Zahra dan mampu menggugah kembali nurani perempuannya.
Memutuskan menikah dengan
menyetujui pilihan ibu, melahirkan beban tersendiri di batinku. Ipung tidaklah
terlalu mengecewakan untuk disukai. Namun harapanku masih tertumpu pada lelaki
yang memang telah kucintai sebelumnya dan menikah karena menginginkannya. Jujur
kuakui saat ini hanya pesona Sultan yang bisa menawan hatiku .... Lalu juga ada
keluguan Laman Senjo yang menakjubkan, mengimbangi pesona Sultan. Haruskah aku
memilih satu di antara mereka untuk menjawab secepatya keinginan ibu? Hanya
demi sekadar bisa menikah saja?(Roidah, 2012:141)
3)
Refleksi Penerimaan atas Kekurangan dan Kelemahan
Diri
Zahra
seorang wanita mandiri dan mempunyai karier yang sukses. Sukses dalam
berkarier, tapi ia tidak memikirkan untuk menikah karena ia cenderung membenci
kaum laki-laki. Penerimaan atas kekurangan dan kelemahan diri Zahra yang sering
bohong tentang Shalat kepada ibunya dan selalu menghindar tentang pernikahan
kepada ayah dan ibunya. Zahra sebagai tokoh utama, aku digambarkan sebagai
tokoh yang diceritakan Roidah selalu berusaha mengembangkan pemahamannya atas
kekurangan dan kelemahan dirinya.
Kutenangkan diri dengan memikirkan
yang lain, aku jadi ingat Sultan yang tak sempat kujumpai tadi sebelum
berangkat. Janjiku akan menemuinya untuk menanyakan tentang bacaan shalat
sepertinya harus kualihkan dengan mencari lagi buku bacaan shalat yang ada di
rumah. Semoga saja masih bisaku temukan.(Roidah, 2012:117)
Aku dilanda rasa rindu yang
membutuhkan muara untuk menjawab seruan itu. Seketika juaga ada dorongan
teramat kuat menyuruhku shalat. .... Tak pelak lagi ini imbas dari
ucapan-ucapan dan kebaikan Sultan yang berentetan dengan musibah di hutan tempo
hari. ....(Roidah, 2012:113)
Memutuskan menikah dengan
menyetujui pilihan ibu, melahirkan beban tersendiri di batinku. Ipung tidaklah
terlalu mengecewakan untuk disukai. Namun harapanku masih tertumpu pada lelai
yang memang telah kucintai sebelumnya dan menikah karena menginginkannya. Jujur
kuakui saat ini hanya pesona Sultan yang bisa menawan hatiku .... Lalu juga ada
keluguan Laman Senjo yang menakjubkan, mengimbangi pesona Sultan. Haruskah aku
memilih satu di antara mereka untuk menjawab secepatya keinginan ibu? Hanya demi
sekadar bisa menikah saja?(Roidah, 2012:141)
D. Keunggulan
Novel Pelabuhan Terakhir Karya Roidah
Ada
tiga keunggulan utama novel Pelabuhan
Terakhir karya Roidah ini. Keunggulan-keunggulan tersebut adalah sebagai
berikut ini.
Pertama,
permasalahan yang diangkat Roidah adalah permasalahan yang menarik dan
realistis. Permasalahan tersebut adalah permasalahan percintaan dan agama yang
sering terjadi di masa sekarang. Shalat yang sering bolong sejak mengenal
cinta. Cinta yang sering dikhianati karena mendua, cinta yang sering terjadi
dengan kekerasan. Masalah penindasan yang sering terjadi bagi kaum perempuan di
dalam pekerjaan dan rumah tangga.
Kedua,
pengarang (Roidah) mampu memformulasikan penguasaannya di bidang kebudayaan Suku
Kubu, Jambi, agama, motivasi, dan percintaan. Dengan kata lain permasalahan
yang cukup kompleks itu dikemas mulai dari masa remaja menuju proses dewasa
yang akhirnya berakhir di pelabuhan terakhir.
Ketiga,
pengarang juga mampu mengembangkan penggunaan bahasa yang efektif, memiliki
kejelasan struktur dan mudah dipahami pembaca. Bahasa yang efektif juga
tercermin pada diksi (pilihan-pilihan kata) yang digunakan yaitu diksi yang
mudah dipahami pembaca serta sarat dengan majas yang mengena.
E. Kelemahan
Novel Pelabuhan Terakhir Karya Roidah
Kelemahan utama novel Pelabuhan
Terakhir karya Roidah ini adalah aspek perwajahan (lay out) buku yang
kurang mengena.
F. Simpulan
Zahra yang tidak dekat dengan sang ayah dan tak begitu
mengenal Tuhannya, membuat dia dilema dalam masalah percintaan dan pekerjaan.
Dalam novel Pelabuhan Terakhir ini diceritakan
bahwa dalam hidup manusia tak akan pernah bisa menghindari takdirnya. Kenyataan
ini yang membuat tokoh utama novel ini menyadari akan garis lurus yang tegak
antara kekecewaan Zahra pada manusia lain dengan kebutuhannya akan Tuhan. Lalu
tanpa diinginkannya, beberapa orang pun berhasil masuk ke dalam kehidupannya
dan keluarganya, sehingga mengurai makna tentang apa yang dibutuhkan dari
wanita terhadap pria dan begitu juga sebaliknya. Sehingga tokoh utama novel ini
memilih diantara tiga pilihan lelaki yang membuat dia begitu bingung dan
bimbang.
Daftar
Kepustakaan
Roidah. 2012. Pelabuhan
Terakhir. Jakarta: Erlangga.
Nursaid dan Mohd. Hafrison. 2012. "Penulisan Resensi Buku". Bahan Ajar. Padang: FBS UNP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar